SHARE

Sistem Bagi Hasil Usaha Kuliner: Jenis & Cara Hitung

Sovia
sistem bagi hasil usaha kuliner

Banyak usaha kuliner bermula dari kerja sama antara pemilik modal dan pengelola. Masalahnya, pembagian keuntungan sering kali jadi sumber konflik karena tidak ada sistem yang jelas sejak awal. Sistem bagi hasil hadir sebagai solusi, memberi keadilan untuk kedua belah pihak.

Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu sistem bagi hasil, jenis-jenisnya, dan cara menghitungnya. Yuk, simak terus pembahasannya!

Apa Itu Sistem Bagi Hasil?

Sistem bagi hasil adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih. Tujuan utamanya untuk membagi keuntungan maupun menanggung risiko secara adil.

Dalam sistem ini, ada pihak yang menyediakan modal dan ada yang mengelola usaha. Kerja sama biasanya dituangkan dalam kontrak yang menjelaskan aturan pembagian keuntungan serta tanggung jawab atas kerugian.

Rasio pembagian sudah ditentukan sejak awal sehingga semua pihak tahu porsinya masing-masing. Tidak hanya itu, sistem ini juga menekankan transparansi agar semua komponen keuangan jelas, mulai dari omzet, biaya, hingga pengembalian modal.

Dalam praktiknya, sistem bagi hasil usaha kuliner sering dipakai untuk membangun kolaborasi yang sehat. Dengan begitu, investor dan pengelola sama-sama merasa aman karena hak dan kewajibannya jelas.

Secara sederhana, sistem bagi hasil dalam usaha kuliner adalah kesepakatan pembagian untung dan rugi yang saling menguntungkan.

Jenis Sistem Bagi Hasil Usaha Kuliner

Jenis Sistem Bagi Hasil Usaha Kuliner

Sumber: freepik.com

Dalam menjalankan bisnis makanan, memilih sistem bagi hasil usaha kuliner yang tepat sangat penting. Setiap model punya cara perhitungan dan risiko berbeda, sehingga perlu disesuaikan dengan kondisi serta kesepakatan mitra. Berikut penjelasannya:

1. Bagi Hasil Berdasarkan Omzet (Revenue Sharing)

Skema ini membagi hasil langsung dari omzet atau pendapatan kotor sebelum dipotong biaya operasional. Cara ini sederhana dan cepat dihitung, sehingga sering digunakan pada franchise atau kemitraan booth makanan. Namun, risikonya lebih berat bagi pengelola karena semua biaya ditanggung sendiri.

2. Gross Profit Sharing

Jenis ini membagi keuntungan dari omzet yang sudah dikurangi HPP atau harga pokok penjualan. Biaya lain seperti pajak, promosi, atau administrasi belum dihitung. Skema ini cocok untuk usaha dengan pencatatan sederhana.

3. Profit Sharing

Pada skema ini, pembagian dilakukan setelah semua biaya operasional dipotong. Hasil yang dibagi adalah laba bersih. Sistem bagi hasil dalam usaha kuliner ini dianggap lebih adil, tapi membutuhkan laporan keuangan yang rapi dan teratur.

4. Skema Pengembalian Modal

Model ini memberikan porsi keuntungan lebih besar kepada investor hingga modal awal kembali. Setelah itu, pembagian keuntungan kembali disesuaikan dengan persentase yang baru. Skema ini memberi rasa aman bagi investor, meski di awal perjalanan usaha bisa terasa berat untuk pihak pengelola.

Komponen yang Wajib Disepakati Sejak Awal

Supaya sistem bagi hasil usaha kuliner berjalan adil dan lancar, beberapa komponen berikut perlu disepakati sejak awal agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

1. Modal Awal

Mencakup dana tunai, aset, peralatan, hingga bahan baku pertama yang digunakan untuk memulai usaha.

2. Peran Masing-Masing Pihak

Tentukan apakah pihak terkait hanya sebagai investor pasif atau ikut terlibat langsung dalam pengelolaan usaha.

3. Biaya Operasional

Meliputi gaji karyawan, biaya listrik dan air, pembelian bahan baku, serta sewa tempat usaha.

4. Periode Bagi Hasil

Sistem bagi hasil dalam usaha kuliner bisa dilakukan bulanan, per tiga bulan, atau tahunan sesuai kesepakatan.

5. Risiko Usaha

Harus ada kejelasan siapa yang menanggung kerugian serta bagaimana solusi penyelesaiannya akan dilakukan.

Baca juga: Perhatikan Ini Sebelum Memulai Kerjasama Usaha Kuliner

Cara Menghitung Bagi Hasil Usaha Kuliner

Dalam usaha kuliner, sistem bagi hasil bisa berbeda sesuai dengan peran pemodal maupun pengelola. Berikut penjelasannya:

1. Pemodal Saja

Jika pemodal hanya berperan sebagai investor, pembagian keuntungan dihitung dari persentase saham yang dimiliki. Investor tidak perlu ikut mengelola usaha karena semua operasional dijalankan oleh pengelola bisnis.

Jumlah saham biasanya sudah ditentukan sejak awal saat bisnis kuliner didirikan. Semakin besar persentase saham, semakin besar pula keuntungan yang diterima oleh pemodal. Sementara itu, pengelola mendapat gaji bulanan serta dividen sesuai kepemilikannya.

2. Pemodal Sekaligus Pengelola

Jika pemodal juga ikut mengelola usaha, ia akan mendapat gaji sekaligus dividen. Sistem ini memberi keuntungan ganda karena investor dihargai sebagai pemilik modal dan pengelola aktif.

Dividen biasanya dibagikan setahun sekali, sementara gaji diterima setiap bulan.

Contoh:

Liam memiliki 25% saham pada bisnis kuliner khas Bandung. Ia juga menjabat sebagai COO.

Liam menerima gaji Rp18.000.000 per bulan atas kontribusi kerjanya.

Pada akhir tahun, perusahaan membagikan dividen Rp2.000.000.000.

Dengan kepemilikan 25%, Liam berhak menerima Rp500.000.000 sebagai dividen.

3. Pemodal Berupa Utang

Jenis permodalan ini mirip pinjaman, di mana investor bertindak sebagai pemberi utang. Pemodal tidak memiliki saham perusahaan sehingga tidak menerima dividen tahunan. Pengelola usaha wajib mengembalikan pinjaman sesuai waktu dan nominal yang disepakati. 

Pemodal tidak terpengaruh oleh untung atau rugi bisnis. Mereka hanya fokus pada pelunasan kewajiban dari pihak pengelola.

FAQ Seputar Sistem Bagi Hasil Usaha Kuliner

1. Apakah sistem bagi hasil cocok untuk usaha kuliner kecil?

Ya, bahkan sangat relevan, asalkan transparansi keuangan dijaga.

2. Bagaimana jika usaha mengalami kerugian?

Kerugian biasanya ditanggung pemodal sesuai porsi modal, kecuali ada kesepakatan lain.

3. Perlukah perjanjian notaris dalam sistem bagi hasil?

Tidak wajib, tapi sangat dianjurkan untuk mengikat secara hukum.

4. Apakah sistem ini bisa pakai skema syariah?

Bisa, dengan akad Musyarakah atau Mudharabah.

Baca juga: 26 Sumber Modal Usaha Kuliner di Tahun 2025 yang Wajib Kamu Tahu

Kesimpulan

Sistem bagi hasil bisa menjadi solusi win-win bagi usaha kuliner, asalkan syarat dan ketentuan disepakati jelas sejak awal. Dengan begitu, konflik bisa dihindari dan kerja sama berjalan lebih sehat.

Untuk mendukung transparansi dan efisiensi, bisnis kuliner juga bisa mulai beralih ke digitalisasi. Solusi ekosistem ESB hadir untuk membantu F&B business dengan solusi menyeluruh, mulai dari sistem POS terintegrasi dengan display kitchen, ERP, kiosk, sistem pemesanan online, manajemen supply chain, hingga sistem antrean pelanggan. Dengan ekosistem ESB, pengelolaan usaha jadi lebih transparan, efisien, dan siap berkembang. Yuk, konsultasikan kebutuhan bisnismu sekarang dengan ESB!

SHARE
Promo Kami
Inspirasi Lainnya