SHARE

Cara Baca Laporan Keuangan untuk Pebisnis Kuliner

Briantama Afiq Ashari
Cara Baca Laporan Keuangan untuk Pebisnis Kuliner

Di usaha kuliner, laporan keuangan adalah “dashboard” bisnis: dari laba-rugi, arus kas, sampai posisi aset–utang. 

Tanpa membaca laporan keuangan yang rapi, kamu sulit tahu apakah bisnis untung, di mana kebocoran biaya, dan strategi apa yang paling efektif ke depan.

Apa Itu Laporan Keuangan?

Secara sederhana, laporan keuangan adalah catatan resmi yang merangkum kinerja keuangan dalam periode tertentu—bisa per bulan, kuartal, atau tahun.

Isinya bisa meliputi:

  • Pendapatan (Revenue) – uang masuk dari penjualan
  • Pengeluaran (Expense) – biaya bahan baku, gaji, sewa, listrik, dll
  • Laba/Rugi – selisih antara pendapatan dan pengeluaran
  • Aset & Utang – apa yang dimiliki dan apa yang harus dibayar
  • Arus Kas – aliran uang masuk dan keluar.

Bagi pelaku F&B, laporan ini membantu memantau profitabilitas dan mengambil keputusan operasional yang tepat.

Baca Juga: Apa pentingnya SOP restoran dan bagaimana contoh penerapannya?

Mengapa Pebisnis Kuliner Wajib Paham Laporan Keuangan?

Menjalankan restoran atau kafe tanpa paham laporan keuangan ibarat mencoba resep baru tanpa takaran bahan yang jelas. Bisa jadi hasilnya enak, tapi bisa juga gagal total.

Dengan laporan keuangan yang terstruktur, kamu bisa:

  1. Memastikan bisnis untung atau rugi — bukan sekadar “feeling” rame atau sepi
  2. Mengontrol biaya operasional dan food cost — supaya harga jual tetap kompetitif tapi margin terjaga
  3. Meyakinkan investor atau bank saat butuh modal tambahan
  4. Mendeteksi kebocoran atau fraud sejak dini, sebelum merugikan bisnis.

Jenis-Jenis Laporan Keuangan yang Wajib Kamu Tahu

Di dunia kuliner, setidaknya ada 4 laporan utama yang wajib dipahami:

1. Laporan Laba Rugi

Menunjukkan berapa pendapatan yang kamu hasilkan, berapa biaya yang dikeluarkan, dan berapa sisanya sebagai laba bersih.

Contoh: bulan ini penjualan Rp100 juta, biaya bahan baku Rp35 juta, gaji Rp25 juta, sisanya adalah keuntungan.

2. Neraca (Laporan Posisi Keuangan)

Gambaran aset, utang, dan modal. Dari sini kamu tahu seberapa “kuat” bisnis bertahan jika terjadi penurunan penjualan.

3. Laporan Arus Kas

Memperlihatkan apakah uang yang masuk dari penjualan cukup untuk membiayai operasional harian. Banyak bisnis sebenarnya untung di laba rugi, tapi gagal bayar tagihan karena arus kas negatif.

4. Laporan Perubahan Modal

Mencatat naik-turunnya ekuitas — modal awal, tambahan modal, atau pengambilan keuntungan oleh pemilik.

Baca Juga: Memahami Scale Up: Kunci Bisnis Berkembang, Begini Strateginya!

Contoh Sederhana Laporan untuk Kuliner

Contoh Sederhana Laporan untuk Kuliner

Sumber: istockphoto

Sekarang, agar semakin kebayang, yuk kita lihat contoh laporan keuangan yang umum dipakai pelaku bisnis:

1. Usaha Skala Rumahan

Kalau kamu baru mulai usaha kuliner dari rumah, misalnya jualan kue kering, nasi kotak, atau minuman kekinian, laporan keuangan yang kamu buat tidak perlu terlalu rumit.

Cukup mencatat tiga hal utama:

  1. Pemasukan – uang yang kamu terima dari setiap pesanan. Contoh: 20 kotak nasi kotak @Rp25.000 = Rp500.000.
  2. Pengeluaran – biaya yang kamu keluarkan untuk bahan baku (beras, ayam, bumbu), ongkos kirim, atau kemasan. Contoh: Bahan baku Rp200.000, kemasan Rp50.000.
  3. Saldo Kas – sisa uang yang masih ada setelah semua biaya dibayar. Contoh: Rp500.000 pemasukan – Rp250.000 pengeluaran = Rp250.000 saldo kas.

Model sederhana ini cocok untuk pemula karena langsung menunjukkan keuntungan bersih tanpa banyak komponen tambahan.

2. Bisnis Kuliner yang Berkembang

Begitu usaha mulai berkembang, misalnya kamu sudah punya booth di food court atau restoran kecil dengan beberapa pegawai, laporan keuangan perlu dibuat lebih detail.

Selain mencatat pemasukan dan pengeluaran, kamu sebaiknya sudah memasukkan:

1. Detail Food Cost (Bahan Baku / COGS)

Bukan hanya total biaya bahan, tapi juga pembagian per menu atau resep. 

Misalnya, untuk menu ayam geprek: ayam Rp12.000, tepung Rp1.000, sambal Rp2.000 → total COGS per porsi Rp15.000.

 

2. Gaji Karyawan

Semua biaya tenaga kerja, termasuk gaji pokok, uang makan, tunjangan, atau lembur. 

Contoh: 3 karyawan × Rp2.500.000/bulan = Rp7.500.000.

 

3.Penyusutan Peralatan

Menghitung berkurangnya nilai peralatan dapur seperti kompor, oven, atau kulkas. Hal ini penting supaya kamu bisa menyiapkan dana untuk menggantinya di masa depan. 

Contoh: Kulkas Rp6.000.000 dengan umur pakai 5 tahun → penyusutan Rp100.000/bulan.

 

4. Pemasukan dari Platform Online

Kalau kamu jualan lewat GoFood, GrabFood, atau ShopeeFood, catat pemasukan bersih setelah potongan komisi dan promo. 

Contoh: Penjualan GoFood Rp5.000.000 – potongan komisi 20% = pemasukan bersih Rp4.000.000.

Gimana Cara Baca Laporan Keuangan?

Nah, sekarang bagian paling penting, yaitu bagaimana cara baca laporan keuangan. 

Gak susah kok, asal kamu tahu poin-poin utama yang harus diperhatikan. Langkah-langkahnya adalah:

1. Mulai dari laporan laba rugi

Melihat total pendapatan. Kurangi dengan COGS (biaya bahan baku) dan beban operasional. Jika hasilnya positif, bisnis sedang cuan.

  • COGS / HPP (Harga Pokok Penjualan) = (Persediaan Awal + Pembelian) – Persediaan Akhir.
  • Setelah tahu HPP, laba kotor diperoleh dari: ‘Pendapatan – HPP’.
  • Selanjutnya, kurangi beban operasional (gaji, sewa, listrik, promosi, dsb.) untuk mendapatkan laba bersih.
  • Contoh: jika penjualan Rp100 juta dan HPP Rp35 juta, maka laba kotor Rp65 juta. 
  • Jika beban operasional Rp50 juta, maka laba bersih Rp15 juta → artinya bisnis menghasilkan keuntungan.

2. Periksa Neraca

Pastikan aset lebih besar dari kewajiban. Kalau utang lebih besar, waspadai risiko arus kas ketat.

Komponen utama:

  • Aset (lancar dan tetap) seperti kas, peralatan, stok bahan.
  • Kewajiban (Liabilitas) seperti utang supplier, cicilan pinjaman, dan kewajiban jangka pendek lainnya.
  • Modal / Ekuitas = sisa setelah aset dikurangi kewajiban.

Prinsip sehat: aset harus lebih besar dari kewajiban; jika utang terlalu banyak, bisnismu bisa mengalami tekanan likuiditas.

3. Analisis Arus Kas

Uang yang masuk harus cukup untuk menutup semua pengeluaran rutin. Kalau tidak, kamu perlu strategi penjualan atau efisiensi biaya.

4. Gunakan Rasio Keuangan

Seperti gross margin, rasio lancar, dan debt-to-equity untuk melihat kesehatan finansial dari berbagai sisi.

Teliti Pada Food Cost sebagai Detak Jantung Restoran

Food cost adalah persentase biaya bahan baku terhadap harga jual menu. Hal ini adalah salah satu indikator paling vital di bisnis kuliner.

  • Terlalu tinggi → margin keuntungan tipis, rawan rugi.
  • Terlalu rendah → bisa jadi bahan yang digunakan kualitasnya menurun atau harga jual terlalu tinggi.

Kisaran ideal Food Cost

  • Casual dining: 28–35%
  • Fast food: 25–30%
  • Fine dining: 30–40%

Cara menghitung:

Food Cost (%) = (Total Biaya Bahan Baku ÷ Total Penjualan) × 100%

Contoh: Bulan ini biaya bahan baku Rp30 juta, penjualan Rp100 juta → Food Cost = 30% (ideal untuk casual dining).

Menghitungnya secara rutin akan membantu kamu menyesuaikan porsi, harga jual, atau mencari supplier yang lebih efisien.

Baca Juga: Jangan Salah Pilih! Ini Tips Memilih Pinjaman Online Cair ke Dana yang Aman Anti Reject

Belajar dari Perusahaan Besar & Menjaga Keakuratan Laporan Keuangan Kuliner

Belajar dari Perusahaan Besar & Menjaga Keakuratan Laporan Keuangan Kuliner

Sumber: istockphoto

Meskipun bisnis kuliner skala UMKM tidak wajib membuat laporan keuangan seformal perusahaan publik, tidak ada salahnya belajar dari yang sudah profesional.

Kalau kamu pernah dengar istilah “IDX laporan keuangan”, itu merujuk pada laporan keuangan perusahaan terbuka yang dipublikasikan di situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Di sana, kamu bisa melihat bagaimana perusahaan besar mengatur struktur laporan, menyajikan data dengan rapi, dan memastikan transparansi keuangan.

Format seperti ini bisa kamu adaptasi untuk usaha kuliner — tentu dengan disesuaikan skala dan kebutuhan bisnismu.

Laporan Keuangan Kuliner Itu Punya Ciri Khas

Setiap sektor usaha punya fokus yang berbeda dalam laporan keuangannya.

Di dunia kuliner, kamu biasanya akan menemukan detail yang jarang ada di industri lain, seperti:

  • Food cost per menu
  • Biaya pengiriman (delivery fee)
  • Diskon promo dan potongan dari platform online
  • Penyusutan peralatan dapur

Karena itu, jangan membandingkan laporan keuangan restoran dengan toko elektronik atau bengkel. 

Fokuslah pada indikator yang memang relevan dengan operasional kuliner.

Penutup

Menjalankan bisnis kuliner tanpa laporan keuangan yang rapi ibarat berlayar tanpa kompas.

Kamu mungkin tetap bergerak, tapi arah dan tujuannya nggak jelas—dan bisa saja tersesat di tengah jalan.

Dengan sistem pencatatan keuangan yang terintegrasi, kamu bisa memantau omzet, mengontrol biaya, mencegah fraud, dan mengambil keputusan bisnis dengan percaya diri.

Teknologi seperti ESB POSLite atau ESB POS akan membantu setiap proses pencatatan berjalan otomatis, rapi, dan saling terhubung, mulai dari penjualan, stok, hingga laporan akhir bulan.

Saatnya menjaga arus kas tetap sehat dan memastikan bisnismu bertumbuh. Hubungi Tim ESB sekarang, dan temukan solusi terbaik untuk laporan keuangan restoranmu!

SHARE
Promo Kami
Inspirasi Lainnya