SHARE

Mengapa 60% Restoran Bangkrut di Tahun Pertama, dan Bagaimana Kamu Bisa Bertahan

Eka Prasetya (COO and Co-Founder ESB)
Mengapa 60% Restoran Bangkrut di Tahun Pertama?

Membuka bisnis kuliner memang penuh euforia: grand opening meriah, pelanggan pertama yang datang, hingga doa agar usaha panjang umur. Namun, realitas tidak selalu manis. 

Menurut studi dari CNBC, 60% restoran bangkrut di tahun pertama, dan 80% tutup sebelum lima tahun.

Biaya operasional tinggi, tren pelanggan cepat berubah, ditambah strategi pemasaran yang kurang tepat sering jadi penyebab utama.

Pertanyaannya: bagaimana caranya restoran mu bisa bertahan, sementara banyak yang bangkrut atau tumbang lebih cepat di tahun pertama?

Kenapa Banyak Restoran Bangkrut?

Banyak pemilik usaha kuliner hanya fokus pada rasa dan dekorasi, tapi melupakan pondasi bisnis. Akibatnya, restoran cepat bangkrut meski awalnya ramai. 

Berikut beberapa penyebab utamanya:

1. Manajemen Operasional Lemah

Banyak restoran tidak punya sistem yang rapi untuk mengelola stok. Bahan baku sering terbuang karena tidak tercatat, atau malah habis mendadak di jam sibuk. 

Tanpa kontrol, biaya membengkak dan margin keuntungan tergerus. Akhirnya, omzet tinggi pun tidak terasa karena kebocoran biaya di belakang layar.

2. Strategi Pemasaran Tidak Efektif

Promosi sering dilakukan asal-asalan: diskon besar tapi tidak tepat sasaran, atau campaign yang ramai di awal lalu sepi setelahnya. 

Tanpa strategi digital marketing yang konsisten, traffic pelanggan cepat turun. Restoran pun hanya ramai saat promo, lalu kosong di hari-hari biasa.

3. Tidak Beradaptasi dengan Tren Konsumen

Dunia kuliner bergerak cepat. Tren menu, cara order, hingga gaya hidup pelanggan berubah tiap tahun. 

Restoran yang menutup mata pada tren delivery, pembayaran cashless, atau konten media sosial, akan ditinggalkan pelanggan yang lebih memilih restoran yang lebih modern.

4. Minim Data dan Perencanaan

Banyak keputusan bisnis restoran masih mengandalkan insting: menambah menu karena “feeling”, memberi diskon karena “kayaknya perlu”

Padahal tanpa data, seperti menu mana yang paling laku, jam kunjungan terbanyak, atau pelanggan yang paling sering repeat order, strategi bisnis rawan salah arah.

CNBC (2016) mencatat: “Sekitar 60% restoran gagal dalam tahun pertama, 80% sebelum tahun kelima, terutama karena lemahnya manajemen operasional dan strategi pemasaran.”

Gunakan Rumus TC x APC

Gunakan Rumus TC x APC

Ilustrasi TC vs APC. Foto diciptakan oleh AI 

Dalam dunia restoran, rumus penjualan sederhana saja:

Penjualan = Jumlah Transaksi  (TC) x Nilai Rata-Rata Transaksi (APC)

Masalahnya, menjaga keduanya tidak mudah. Restoran bisa bangkrut kalau gagal menarik pelanggan baru atau tidak bisa membuat pelanggan belanja lebih besar.

Tiga Fase Pertumbuhan Restoran

Tiga Fase Pertumbuhan Restoran

Fase Pertumbuhan Restoran. Foto Diciptakan oleh AI

Dalam menjalankan restoran, strategi tidak bisa disamakan antara bulan pertama dengan tahun kedua. Setiap fase pertumbuhan memiliki tantangan dan prioritas yang berbeda. 

Secara garis besar, ada tiga fase utama yang biasanya dialami oleh restoran baru: 

  • Survive (0–6 bulan pertama): fokus utama pada traffic dan awareness
  • Growth (6–18 bulan): menjaga repeat order sambil mulai meningkatkan nilai transaksi
  • Scale & Sustain (>18 bulan): mengoptimalkan TC × APC untuk loyalitas pelanggan dan ekspansi bisnis. 

Di tiap fase ini, fokus dan strategi akan berbeda. Inilah yang membedakan restoran yang sekadar bertahan dengan yang benar-benar bisa berkembang. 

1. Fase Survive (0–6 Bulan)

Enam bulan pertama adalah masa paling kritis dalam perjalanan sebuah restoran. 

Di fase ini, tujuan utama bukan mengejar keuntungan besar, melainkan mendapatkan traffic sebanyak mungkin. 

Tanpa pelanggan yang datang, restoran tidak bisa menguji apakah menu, harga, maupun positioning yang dipilih benar-benar sesuai dengan pasar.

Fokus utama di fase ini adalah Total Check (TC) atau jumlah transaksi. Restoran harus berusaha keras agar pintu selalu terbuka untuk pelanggan baru. Caranya bisa dengan:

  • First Order Campaign: tawarkan promo khusus untuk pembelian pertama, agar orang tertarik mencoba tanpa ragu
  • Multi-Channel Order: jangan hanya mengandalkan dine-in. Pastikan pelanggan bisa memesan lewat berbagai kanal seperti aplikasi food delivery, QR ordering di meja, website, atau bahkan WhatsApp. Semakin mudah aksesnya, semakin besar peluang transaksi.
  • Flash Sale di Jam Sepi: manfaatkan waktu non-prime dengan paket hemat, misalnya jam 14.00–17.00. Strategi ini membantu mengisi kursi yang biasanya kosong
  • Brand Awareness & Aktivasi Sosial Media: gunakan konten digital untuk memperkenalkan brand, membangun rasa penasaran, dan mulai merangkul audiens
  • Kumpulkan Data Pelanggan: setiap transaksi adalah kesempatan. Catat nomor HP, preferensi menu, dan frekuensi kunjungan. Data ini akan menjadi “amunisi” untuk strategi retensi di fase berikutnya.

Target di fase Survive bukanlah profit besar, tapi memastikan ada traffic yang cukup untuk membangun awareness, menguji daya tarik produk, dan menyiapkan database pelanggan. 

Fondasi inilah yang nantinya menentukan apakah restoran bisa masuk ke fase pertumbuhan berikutnya atau justru berhenti di tahun pertama.

2. Fase Growth (6–18 Bulan)

Setelah melewati masa bertahan hidup, restoran masuk ke fase pertumbuhan. Pada tahap ini, traffic biasanya mulai stabil. 

Tantangannya bukan lagi sekadar mendatangkan pelanggan baru, tapi membuat mereka kembali lebih sering dan berbelanja lebih banyak.

Di sinilah data pelanggan yang terkumpul di fase survive menjadi aset paling berharga. 

Restoran bisa mulai memanfaatkan database tersebut untuk strategi retensi, upselling, dan cross-selling yang lebih efektif. 

Fokus utama di fase ini adalah menyeimbangkan antara Total Check atau Jumlah Transaksi (TC) dan Average per Check atau Nilai Rata-Rata Transaksi (APC).

Strategi yang bisa dijalankan:

  • Repeat Order & Retensi: bangun program loyalitas, baik dalam bentuk poin maupun stamp card digital. Kirimkan reminder otomatis lewat WhatsApp, email, atau notifikasi untuk pelanggan yang lama tidak berkunjung. 
  • Upselling & Cross-Selling :tawarkan add-on seperti topping tambahan atau upgrade size. Gunakan bundling paket agar pelanggan merasa lebih hemat jika membeli dalam kombinasi tertentu, misalnya “Paket Hemat 2 orang” lebih murah daripada beli terpisah. 
  • Customer Segmentation: pisahkan pelanggan berdasarkan perilaku. Pelanggan baru diberi promo repeat order, pelanggan aktif bisa ditawarkan upsell, sementara pelanggan dorman diberi voucher comeback. 

Perlu diingat target di fase growth adalah menjaga jumlah transaksi tetap stabil sekaligus meningkatkan nilai rata-rata belanja per pelanggan. 

Jika berhasil, margin akan membaik, biaya promosi lebih efisien, dan restoran mulai membangun basis pelanggan yang loyal..

3. Fase Scale & Sustain (>18 Bulan)

Fase Scale & Sustain (>18 Bulan)Fokus Fase Pertumbuhan Restoran. Foto diciptakan oleh AI 

Jika restoran berhasil melewati fase growth, biasanya sudah ada basis pelanggan yang kuat dan menu yang terbukti disukai. 

Fase berikutnya adalah Scale & Sustain, di mana tujuan bukan lagi sekadar bertahan, melainkan membangun mesin pertumbuhan jangka panjang.

Di tahap ini, restoran harus mengoptimalkan sinergi antara TC dan APC, sambil mulai berpikir untuk ekspansi. 

Namun, ekspansi yang sehat tidak bisa asal-asalan—semua harus didasarkan pada data.

Strategi yang bisa dilakukan:

1) Ekspansi Cabang & Channel

Gunakan data traffic, performa outlet, dan demografi pelanggan untuk memilih lokasi baru dengan risiko minimal. 

Perluas juga channel online mulai dari delivery, marketplace F&B, hingga website ordering agar pelanggan bisa mengakses kapan saja

2) Personalized Campaign

Manfaatkan histori pembelian untuk membuat promosi yang relevan. Misalnya, pelanggan yang sering pesan di pagi hari bisa ditawari paket sarapan. 

Gunakan automation untuk mengirimkan pesan di momen spesial, seperti ulang tahun atau hari raya.

3) Loyalty Terintegrasi Multi-Cabang

Buat program loyalitas yang berlaku di semua cabang. Pelanggan yang beli di cabang A bisa tetap menukarkan poinnya di cabang B

4) Kolaborasi & Co-Branding

Bangun hype dengan menu kolaborasi musiman atau event pop-up bersama brand lain. 

Misalnya, restoran burger berkolaborasi dengan craft beer lokal di sebuah festival musik. Kolaborasi ini bukan hanya promosi, tapi juga positioning di komunitas.

5) Data-Driven Decision Making

Gunakan heatmap data untuk memutuskan lokasi cabang baru, analisis menu untuk menentukan item yang perlu dipromosikan atau dihapus, serta optimalkan supply chain agar food waste berkurang. 

Selain itu, lakukan analisis Customer Lifetime Value (CLV) untuk fokus ke pelanggan paling loyal yang memberi kontribusi terbesar.

Target di fase Scale & Sustain adalah menciptakan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan. 

Restoran yang berhasil di fase ini biasanya tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang pesat dengan strategi yang terukur dan berbasis data.

Bangun Fondasi Restoran dengan Solusi Terintegrasi 

Kesalahan terbesar sehingga menyebabkan banyak restoran yang bangkrut adalah mengandalkan insting tanpa data. 

Padahal, keberlangsungan bisnis sangat ditentukan oleh kemampuan membaca perilaku pelanggan dan mengubahnya menjadi strategi nyata.  

Di sinilah ESB hadir sebagai mitra teknologi F&B.

1. Promosi Otomatis dan Tepat Sasaran

ESB POS bukan sekadar kasir. Sistem ini mampu menjalankan flash sale di jam sepi, mencetak voucher cashback otomatis untuk repeat order, hingga menangkap data pelanggan secara real-time

Data ini langsung terhubung dengan ESB Loop, aplikasi loyalty multi-cabang yang menjaga konsistensi pengalaman pelanggan.

2. Dukungan Multi-Channel yang Terintegrasi

Melalui ESB Order, restoran bisa menerima pesanan dari berbagai kanal: QR ordering di outlet, WhatsApp, website, hingga seluruh food aggregator di Indonesia. 

Tidak berhenti di situ, ESB Order juga meng-enable direct selling dari social media—membuat restoran bisa menjual langsung ke pelanggan lewat link di Instagram, TikTok, atau platform digital lainnya tanpa perantara. 

Semua pesanan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga memperkaya database pelanggan sejak hari pertama restoran dibuka. 

Data langsung tersinkronisasi dengan ESB Loop, sehingga restoran punya fondasi kuat untuk membangun retensi jangka panjang. 

3. Direct Selling dari Sosial Media 

Dengan ESB Order, restoran bisa menerima pesanan dari berbagai kanal—QR ordering, WhatsApp, website, hingga seluruh food aggregator di Indonesia. 

Lebih jauh, restoran dapat berjualan langsung melalui Instagram atau TikTok, menghubungkan promosi di media sosial dengan transaksi nyata, sekaligus meng-capture data pelanggan sejak hari pertama. 

4. Marketing Berbasis Data Member 

Seluruh data pelanggan, termasuk demografi dan preferensi menu, tersimpan rapi. 

Hasilnya, kampanye marketing bisa lebih personal: voucher comeback untuk pelanggan dorman, promo bundling untuk pelanggan aktif, hingga teaser menu baru untuk komunitas setia. 

5. AI untuk Upselling dan Cross-Selling 

Fitur kecerdasan buatan di ESB POS dan ESB Order mendorong personalized upselling dan cross-selling. 

Didukung OLIN, asisten AI ESB, restoran bisa mengetahui menu paling efektif untuk bundling sekaligus mengukur performa promosi secara real-time. 

6. Teruji di Brand-Brand Besar 

ESB sudah dipercaya oleh berbagai jaringan restoran terkemuka di Indonesia. Sistem ini mendukung loyalty lintas cabang hingga manajemen supply chain, memastikan ekspansi berjalan mulus. 

7. Kendali Penuh dengan ESB Core (ERP) 

Untuk level yang lebih kompleks, ESB Core menyediakan gambaran menyeluruh: dari operasional, inventori, supply chain, hingga finance & accounting

Hal inilah fondasi strategis bagi pemilik restoran dalam mengambil keputusan bisnis yang berbasis data. 

Penutup

Tahun pertama restoran memang tidak mudah. Namun, yang membedakan mereka yang tumbuh dengan yang tumbang adalah fondasi. 

Restoran yang bertahan bukan sekadar punya menu enak, tetapi mampu: 

  • Mengelola data pelanggan sejak hari pertama, 
  • Merancang promosi yang tepat sasaran, 
  • Memaksimalkan nilai transaksi, 
  • Serta menjaga efisiensi operasional saat berkembang. 

ESB membantu restoran mewujudkan semua itu. Dengan solusi terintegrasi, setiap transaksi menjadi data berharga, setiap pelanggan berpotensi menjadi loyal, dan setiap cabang baru bisa tumbuh dengan terukur.

Karena di era kuliner hari ini, pemenang bukan hanya restoran dengan rasa terbaik, tapi juga yang memiliki sistem terbaik untuk bertahan dan berkembang.

SHARE
Promo Kami
Inspirasi Lainnya